UD. Surya Cemerlang

468x60 Advertise space

Sekapur Sirih UD.Surya Cemerlang


Produk Minyak Goreng "INTI SAWIT"


Produk Minyak Goreng "RAJA KELAPA"

Tampilkan postingan dengan label Minyak Goreng. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Minyak Goreng. Tampilkan semua postingan


Untuk melindungi konsumen dan menjaga stabilitas harga, Kementerian Perdagangan RI menargetkan tahun 2015 nanti tidak ada lagi peredaran minyak curah di tingkat konsumen. Pengusaha minyak goreng harus menjual produknya dalam bentuk kemasan eceran.

Minyak goreng merupakan salah satu komoditas bahan pokok yang cukup penting bagi masyarakat Indonesia. Pasalnya, hampir semua masakan dan jenis makanan di negara kita ini membutuhkan minyak goreng sebagai salah satu bahan yang dibutuhkan dalam proses pembuatannya. Posisi penting minyak goreng ini juga terlihat terlihat jelas dari kontribusinya dalam perhitungan Indeks Harga Konsumen (inflasi) dimana bobotnya berada di angka 1,3%.

Kebutuhannya pun bakal terus meningkat setiap tahun. Lihat saja, tahun 2010 lalu konsumsi minyak goreng di Indonesia berada di angka 3,4 juta ton dan tahun 2012 ini diperkirakan mencapai 4,5 juta-4,8 juta ton.

Itulah yang melatarbelakangi turun tangannya pemerintah, dalam hal ini Ditjen Perdagangan Dalam Negeri Kemendag RI,  secara langsung untuk menciptakan stabilisas harga minyak goreng sebagai upaya menjaga standar kelayakan hidup masyarakat. Salah satu upaya yang saat ini dilakukan Kemendag adalah mendorong produsen agar lebih meningkatkan penjualan minyak goreng dalam bentuk kemasan.

Terkait dengan kebijakan tersebut, pemerintah akan melarang penjualan minyak goreng dalam bentuk curah langsung kepada konsumen di 2015 nanti. Hal ini disampaikan oleh Dirjen Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan  Gunaryo pada acara Pasar Murah PPI Peduli 2012 di Wisma ITC Perdagangan, Jakarta, Sabtu (23/6/2012) lalu. Menurut Gunaryo, para pengusaha minyak goreng harus menjual minyak goreng dalam bentuk kemasan eceran guna menjaga harga jual. "Dengan kemasan, stabilisasi harga bisa dicapai,” tegasnya.

Gunaryo menjelaskan bahwa pada tahun 2015 nanti, produsen tidak boleh langsung menjual ke konsumen. “Produsen CPO hanya melakukan processing, sehingga tahun 2015 nanti tidak ada lagi yang menjual minyak dengan curah tetapi dalam bentuk kemasan," paparnya.

Di Indonesia, saat ini minyak goreng dipasarkan dalam dua bentuk, yaitu secara curah dan dalam kemasan. Tentu saja banyak perbedaan antara keduanya. Namun, yang paling menonjol adalah dari sisi higienitasnya. Minyak goreng kemasan itu lebih layak dan lebih sehat untuk dikonsumsi dibandingkan minyak goreng curah. Sebab,  dari segi proses produksi dan distribusinya, tingkat sanitasi dan kebersihan minyak curah kurang baik dan tidak sebersih minyak kemasan.

Dari proses produksi, minyak goreng kemasan selalu melalui dua kali penyaringan, sedangkan minyak goreng curah hanya melalui proses penyaringan satu, atau hanya sampai pada tahap olein saja, sehingga masih mengandung minyak fraksi padat. Perbedaan proses ini pula yang kemudian menyebabkan warna minyak goreng kemasan lebih jernih dari minyak goreng curah. Adapun dari segi kandungannya, kadar lemak dan asam oleat pada minyak curah juga lebih tinggi dibanding minyak kemasan.

Sementara itu, dari segi proses distribusi atau cara penjualannya, minyak goreng kemasan pun lebih terjamin kebersihannya. Minyak goreng curah biasanya didistribusikan ke warung-warung grosir penjual kebutuhan bahan pokok dengan menggunakan truk tangki dan kemudian dituangkan ke dalam drum-drum minyak yang kurang terjamin kebersihannya. Minyak curah ini dijual kepada konsumen dengan menggunakan plastik pembungkus tanpa merek secara eceran: biasanya dari ¼ liter sampai 1 literan. Kemudahan untuk dibeli secara ecer inilah yang membuat minyak curah lebih digemari masyarakat. Padahal, lagi-lagi, cara pengemasan seperti ini pun tidak sepenuhnya bisa menjamin kebersihan dan higienitas minyak tersebut.

Untuk diketahui, kebutuhan minyak goreng secara nasional saat ini mencapai 3,2 juta ton per tahun. Rinciannya, berdasarkan laporan  Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI), adalah; 12 % adalah minyak goreng kemasan, 25 % minyak goreng bulky yang dikemas dalam drum atau plastik, dan 63% minyak goreng curah.  Dari segi produksi pun, proporsi minyak goreng curah yang diproduksi dan diedarkan di Indonesia adalah sekitar 70-75% dari total produksi minyak goreng yang ada.

Data lain menunjukkan 77,5% rumah tangga di Indonesia menggunakan minyak curah untuk menggoreng. Sebuah hasil survey mengatakan, proporsi minyak goreng curah yang diproduksi dan diedarkan di Indonesia adalah sekitar 70-75% dari total produksi minyak goreng yang ada (Martianto et al. 2005: Possibility of Vitamin A Fortification on Cooking Oil in Indonesia: A Feasibility Analysis). Kabar buruknya lagi, di seluruh dunia  saat ini, hanya di Indonesia dan Bangladhes saja yang mayoritas penduduknya masih mengkonsumsi minyak goreng curah.

Maka dari itu, Sekretaris Jenderal Kementerian Perdagangan Ardiansyah Parman menganjurkan kepada masyarakat agar beralih ke minyak goreng kemasan yang lebih higienis dan sehat. "Minyak goreng kemasan jelas lebih higienis dan sehat dibanding minyak goreng curah sehingga harapan kami masyarakat menggunakannya dalam masak memasak sehari-hari," tuturnya saat menyosialisasikan Minyakita di Banjarbaru, Kalimantan Selatan, beberapa waktu lalu.

Selain untuk meningkatkan kualitas minyak goreng yang dikonsumsi masyarakat, pengurangan peredaran minyak goreng curah secara bertahap melalui program Minyakita adalah salah satu cara pembenahan distribusi minyak goreng yang tengah dilakukan Kemendag untuk menjaga stabilitas harga. Pasalnya, peredaran minyak curah saat ini ditengarai sangat rawan menimbulkan fluktuasi atau gejolak harga minyak goreng di pasaran. Sebab, harga minyak curah itu gampang terkerek kalau ada fluktuasi harga di dunia. Sementara itu, harga minyak dalam kemasan relatif stabil.

Struktur Pasar Minyak Goreng

Menurut hasil penelitian yang dipublikasikan oleh KPPU (Komisi Pengawas Persaingan Usaha), tahun 2010, dalam artikelnya yang berjudul ‘Analisis Jurnal Komoditas Minyak Goreng Sawit’, disebutkan bahwa struktur pasar industri minyak goreng di Indonesia memiliki karakteristik oligopoli longgar (loose oligopoly).

Meski struktur pasar memiliki karakteristik oligopoli longgar (mendekati persaingan), menurut penelitaan tersebut mengindikasikan bahwa harga perdagangan minyak goreng di pasar domestik lebih ditentukan oleh kemampuan perusahaan-perusahaan minyak goreng. Kesimpulan ini merupakan hasil pengamatan terhadap data pergerakan harga minyak goreng di tingkat konsumen periode Januari 2006 – Maret 2009.

Saat harga CPO melambung dari US$ 600/ton pada bulan Februari 2007 menjadi US$ 1.300/ton pada minggu I bulan Maret 2008 misalnya, harga minyak goreng sawit di pasar domestik ketika itu langsung melejit dari kisaran harga Rp 7.000/kg pada bulan Februari 2007 menjadi Rp 12.900,- per kg pada bulan Maret 2008.  Hal ini terjadi karena 80% biaya produksi pengolahan minyak goreng sawit merupakan biaya input (bahan baku) CPO2.

Kemudian, ketika terjadi penurunan harga di pasar input (CPO), harga minyak goreng di pasar domestik justru tidak meresponnya secara proporsional. Fenomena inilah yang melatarbelakangi dugaan terjadinya perilaku ataupun praktek  persaingan usaha tidak sehat yang dilakukan oleh para pelaku usaha minyak goreng di Indonesia (sehingga mengkondisikan harga minyak goreng relatif tetap tinggi meskipun variabel input (CPO) telah mengalami penurunan harga yang signifikan).

Terkait dengan temuan itu, KPPU pun telah merekomendasikan agar pemerintah memfasilitasi regulasi guna memperbaiki kelembagaan pasar (domestik), sehingga meminimalisir perilaku conscious parallelisme (dengan selalu mengacu pada harga pasar internasional) dari para produsen input CPO untuk pengolahan MGS. Hal ini memungkinkan untuk dapat dilakukan mengingat Indonesia merupakan produsen utama dan terbesar CPO dunia.

Sebagaimana disampaikan Fadhil Hasan, Executive Director Gabungan Asosiasi Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI),  produksi CPO Indonesia pada tahun 2011 lalu mencapai 23,5 juta ton. “Dari jumlah itu, 25% atau 6,5 juta ton untuk kebutuhan industry dalam negeri dan 75% diekspor ke luar negeri. “Dari 6,5 juta yon itu, 90%-nya memang digunakan untuk bahan baku minyak goreng,” paparnya kepada Info PDN saat diwawancarai di kantor GAPKI di Rukan Sudirman Park (26/06/2012) lalu.

Indonesia merupakan penghasil minyak sawit (CPO) terbesar kedua di dunia setelah Malaysia. Dengan pangsa produksi sawit kurang lebih sebesar 36% dari total produksi dunia. Sedangkan Malaysia berada diposisi pertama dengan sumbangan 47% produksi dunia. (ccp/amf)
[...]




Tanaman kelapa sawit (Elaeis GuineensisJacq.) merupakan tanaman yang berasal dari Afrika Barat, terutama disekitar Angola sampai Senegal. Saat ini, minyak sawit merupakan salah satu dari sekitar 17 jenis minyak makan yang diperdagangkan dsecara global. Di pasar pangan dunia, minyak sawit bisa ditemukan sebagai ingredient pada satu dari setiap 10 produk pangan yang diperdagangkan.

Tanaman kelasa sawit mempunyat persayaratan optimum tumbuh pada daerah sekitar ekuator yang bersifat tropis dan basah (humid, dengan RH ~ 85%), dengan suhu berkisar 24-32°C sepajang tahun, sinar matahari melimbah, curah hujan tinggi (~ 2,000 mm). Indonesia mendapatkan anugerah luar biasa dari Tuhan YME, dimana kondisi agroklimat Indonesia sangat cocok untuk pengembangan kelapa sawit ini. Hal inilah yang menyebabkan saat ini Indonesia menjadi penghasil utama minyak sawit dunia (lihat Gambar 1), yang memproduksi lebih dari 44% minyak sawit dunia. Karena itulah maka, bagi Indonesia, minyak sawit sering didengungkan sebagai komoditas unggulan nasional. Minyak yang diproduksi dari buah kelapa sawit telah terbukti mempunyai karakteristik unik yang unggul dibandingkan dengan minyak makan lainnya. Untuk memperoleh manfaat optimal dari minyak sawit sebagai komoditas unggulan tersebut, konsumen perlu memahami apa saja sifat-sifak unik dan unggul dari minyak sawit ini.

1.   Minyak sawit telah lama dikenal sebagai minyak yang aman

Tanaman ini telah dikenal sebagai penghasil minyak sawit, minyak alami yang telah dikonsumsi manusia sejak lama.rkeologi yang ditemukan di Abydos , Mesir, memberikan gambaran bahwa minyak sawit telah digunakan sejak sekitar 5.000 tahun yang lalu. Pemakaian di negeri asalnya sendiri, diperkirakan bisa lenih lama dari itu. Sejarah penggunaan minyak sawit yang sedemikian panjang dan menyebar ke berbagai negara itu, menunjukkan bahwa minyak sawit dikenal dan dipercaya masyarakat sebagai minyak yang aman

2.   Kelapa sawit menghasilkan dua jenis minyak utama

Berbeda dengan jenis tanaman penghasil minyak lainnya, kelapa sawit menghasilkan dua (2) jenis minyak; yang kedua-duanya bisa diproses dan diolah menjadi aneka jenis produk turunannya. Buah kelapa sawit merupakan buah yang kaya dengan minyak. Dalam tandan buah sawit yang dipanen, terdiri dari kulit dan tandan (29%), biji atau inti sawit (11%), dan daging buah (60%). Proses pengepresan (i) daging buah sawit akan menghasilkan minyak sawit kasar (crude palm oil,CPO) dan (ii) inti sawit akan menghasilkan minyak inti sawit kasar (crude palm kernel oil, CPKO); sebagaimana terlihat pada Gambar 2. Kedua jenis minyak ini; CPO dan CPKO mempunyai karakteristik kimia dan gizi unik yang berbeda. Pada prakteknya, dibandingkan CPKO, CPO lebih banyak diproses lanjut menjadi minyak goreng, yang sering disebut sebagai minyak sawit.

3. Minyak sawit mempunyai aplikasi  yang sangat luas

Minyak sawit berpotensi untuk digunakan dalam berbagai aplikasi yang sangat luas dan beragam; baik sebagai pangan, maupun untuk keperluan non-pangan. Dalam bidang pangan, minyak sawit banyak digunakan sebagai minyak goreng, shortening, margarin, vanaspati, cocoa butter substitutes, dan berbagai ingridien pangan lainnya. Aplikasi dalam bidang non-pangan juga terus berkembang, terutama sebagai oleokimia, biodiesel, dan berbagai ingridien untuk berbagai industri non-pangan, misalnya untuk industri farmasi. Namun demikian, aplikasi utamanya masih dalam bidang pangan. (lihat Gambar 3)

Berikut adalah beberapa keunggulan minyak sawit pada aplikasinya untuk keperluan

pangan:

Ø  Produk Produk pangan yang diformulasikan dengan menggunakan minyak sawit akan mempunyai keawetan yang lebih baik, karena minyak sawit sangat stabil terhadap proses ketengikan dan kerusakan oksidatif lainnya. Karena alasan itu maka minyak sawit merupakan minyak goreng terbaik.

Ø  Minyak sawit mempunyai kecederungan   untuk mengalami kristalisasi dalam bentuk kristal kecil b′, sehingga mampu meningkatkan kinerja creaming jika digunakan pada formulasi cake dan margarin.

Ø  Kandungan asam palmitat minyak sawit sangat baik untuk  proses aerasi campuran lemak/gula; misalnya pada proses baking.

Ø  Minyak sawit baik digunakan untuk membuat vanaspati,  atau vegetable ghee, yang mengadung 100% lemak nabati; bisa digunakan untuk substitusi mentega susu dan mentega coklat.

Ø  Roti yang diproduksi dengan shortening dari minyak sawit, mempunyai tekstur dan keawetan yang lebih baik. Minyak sawit juga banyak dipakai untuk produksi krim biskuit; terutama karena kandungan padatan dan titik lelehnya yang cukup tinggi.

4. Minyak sawit mempunyai komposisi asam lemak jenuh dan tidak jenuh dengan proporsi yang seimbang.

Komposisi asam lemak minyak sawit (Lihat Tabel 1) terdiri dari sekitar 40% asam oleat (tidak jenuh tunggal), 10% asam linoleat (tidak jenuh ganda), 44% asam palmitat (jenuh) dan 4,5% asam stearat (jenuh). Komposisi asam lemak sedemikian itu, membuat minyak sawit bersifat semi-solid, dan bisa difraksinasi untuk mendapatkan berbagai jenis minyak goreng yang ideal untuk aplikasi penggorengan tertentu, dengan stabilitas yang baik. 

5. Minyak sawit dengan mudah difraksinasi menjadi fraksi  cair (olein) dan fraksi padat (stearin)

Palm olein (olein sawit) bersifat cair pada suhu ruang; dengan pemakaian utama sebagai minyak goreng. Jika diperlukan, olein sawit ini bisa dicampur (blend) dengan berbagai minyak makan lainnya; sehingga olein sawit sering disebut dengan istilah ‘blending partner’. Di Jepang, misalnya, olein sawit biasa dicampur dengan minyak dedak beras, dan di Malaysia, olein sawot banyak dicampur dengan minyak kacang tanah. Sebagai minyak goreng, olein sawit dikenal sebagai minyak goreng dengan stabilitas yang tinggi; baik terhadap oksidasi atapun proses degradasi lainnya, selama penggorengan. Karena itu, olein sawit sebagai minyak goreng umumnya mempunyai umur pakai yang lebih lama dan sekaligus memberikan stabilitas oksidasi yang lebih baik pada produk hasil gorengannya.Karena alasan itu, maka minyak goreng olein sawit dianggap sebagai “the gold standard in frying” dan karena itu pula saat ini minyak goreng olein sawit adalah minyak goreng paling banyak digunakan industri. Palm Stearin (stearin sawit) bersifat padat pada suhu ruang, sering dianggap sebagai “hasil-samping” dari olein sawit. Karena itu stearin sawit umumnya mempunyai harga yang lebih rendah dibandingkan harga olein atau pun minyak sawit itu sendiri. Stearin sawit merupakan ingridien penting sebagai komponen lemak keras (hard fat) untuk berbagai produk seperti shortening, pastrydan margarin untuk produk bakeri.

6. Minyak sawit berpotensi dijadikan bahan mentah produksi  specialty fatsyang bernilai ekonomi tinggi.

Selain fraksi olein dan stearin sawit, dengan pengaturan teknik dan suhu fraksinasi, maka akan bisa dihasilkan aneka ragam fraksi minyak sawit dengan karakteristik yang beragam

pula; dengan tujuan aplikasi yang tertentu pula. Salah satu teknik yang populer adalahteknik “fraksinasi dobel” untuk menghasilkan fraksi superolein dan fraksi tengah sawit (palm mid fraction). Fraksi tengah sawit ini pada aplikasinya banyak  digunakan untuk proses produksi Cocoa Butter Equivalent (CBE) yang nilai ekonominya jauh lebih tinggi. PMF diperoleh dengan teknik fraksinasi aseton, yang skema umumnya diperlihatkan pada Gambar 4. PMF kemudian bisa digunakan sebagai subtrat bagi reaksi enzimatis untuk proses produksi CBE. Di pasar dunia; CBE bisa dihargai hingga mencapai US$

480/ton CBE.

7. Minyak sawit tidak mengandung asam lemak  trans.

 Komposisi asam lemak minyak sawit mempunyai kandungan gliserida padat yang cukup tinggi, sehingga bersifat semi-solid, dengan titik leleh berkisar antara 33ºC sampai 39ºC. Karakteristik leleh yang demikian ini menyebabkan minyak sawit bisa digunakan untuk berbagai formulasi dalam bentuk alaminya; tanpa perlu proses hidrogenisasi.

Proses hidrogenasi (terutama hidrogenasi parsial) untuk tujuan meningkatkan kepadatan suatu minyak, juga akan menyebabkan terjadinya perubahan konfigurasi asam lemak tak-jenuh dari ciske trans. Sebagaimana terlihat pada Tabel 1, kandungan asam lemak tak-jenuh transpada minyak kedelai yang mengalami hidrogenasi bisa mencapai angka 13-30%.

Telah diketahui bahwa asam lemak tak-jenuh  transini mempunyai efek kesehatan yang kurang baik; sehingga jumlahnya harus diinformasikan kepada konsumen. Berbagai negara telah memberikan petunjuk kepada industri pangan untuk mengurangi pemakaian lemak atau minyak yang mengandung asam lemak trans, karena alasan kesehatan, Momentum ini tentunya memberikan keuntungan bagi kelapa sawit untuk menggantikan berbagai “partially hydrogentated fats” sebagai ingridien pada berbagai produk pangan.

8. Minyak sawit merupakan sumber alami vitamin E  .

Minyak sawit secara alami merupakan sumber vitamin E yang potensial, tertutama dalam bentuk tokoferol dan tokotrienol (lihat Gambar 5).

Komponen ini merupakan zat penting dalam diet yang berfungsi sebagai antioksidan; yaitu senyawa yang mencegah oksidasi. Radikal bebas secara alami terdapat di dalam tubuh sebagai hasil metabolisme normal. Kandungan radikal bebas dapat meningkat pada kondisi stressdan kerja keras. Selain itu, radikal bebas dapat berasal dari polutan dan makanan. Radikal bebas ini berperan sebagai oksidan yang kuat bagi komponen asam-asam lemak pada membran sel. Kerusakan yang terjadi disebut sebagai kerusakan oksidatif, bisa menyebabkan penyimpangan pada fungsi sel.Tokoferol dan tokotrienol dari minyak sawit dapat berperan sebagai antioksidan alami, menangkap radikal bebas, karena itu berperan melindungi sel-sel dari proses kerusakan. Telah banyak penelitian dilakukan untuk membuktikan bahwa tokoferol dan tokotrienol bisa melindungi sel-sel dari proses penuaan dan penyakit degeneratif seperti atherosclerosis dan kanker.

9. Minyak sawit kasar mengandung karotenoid (pro-vitamin .A) yang sangat tinggi

Karotenoid bisa berfungsi ganda; yaitu sebagai antioksidan dan sumber vitamin A bagi tubuh. Minyak goreng sawit yang beredar di pasaran telah mengalami proses pemurnian dan pemucatan, sehingga kandungan karotenoidnya telah turun dengan tajam. Karena itu perlu diperkenalkan ke konsumen, Minyak Sawit Merah yang diproduksi dengan teknik permurni-an khusus tidak menyebabkan hilangnya karotenoid.

Tabel 2. Kandungan vitamin A (Ekivalen Retinol) pada

berbagai produk pangan

Jenis Bahan Pangan                       ug Ekivalen Retinol /100 g

                                                           Bahan bisa dimakan

Jeruk                                                             21

Pisang                                                          50

Tomat                                                          130

Wortel                                                         400

Minyak sawit merah

(refined)                                                    5000

Minyak Sawit kasar (CPO)                       6700

10. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa minyak sawit mempunyai pengaruh positif bagi kesehatan.

Dengan karakteristik unik yang dimilikinya; terutama dalam hal potensi kandungan vitamin E dan karotenoid, serta tidak mengandung asam lemak trans, maka berbagai penelitian telah banyak yang menunjukan adanya manfaat kesehatan dari penggunaan minyak sawit. Penggunaan minyak sawit merah, misalnya, telah terbukti efektif meningkatkan status vitamin A pada anak-anak dan ibu-ibu. Dalam aplikasinya sebagai ingridien pangan, maka penelitian Sundram et al. (2003) yang dilaporkan pada Eur J Nutr, 42:188-194 menunjukkan bahwa minyak sawit merupakan pilihan lebih sehat daripada minyak yang mengalami hidrogenasi sebagian (partially hydro genated).

[...]


Minyak goreng adalah minyak yang berasal dari lemak tumbuhan atau hewan yang dimurnikan dan berbentuk cair dalam suhu kamardan biasanya digunakan untuk menggoreng makanan. Minyak goreng dari tumbuhan biasanya dihasilkan dari tanaman seperti kelapa, biji-bijian, kacang-kacangan, jagung, kedelai, dan kanola.

Minyak goreng biasanya bisa digunakan hingga 3 - 4 kali penggorengan. Jika digunakan berulang kali, minyak akan berubah warna.

Saat penggorengan dilakukan, ikatan rangkap yang terdapat pada asam lemak tak jenuh akan putus membentuk asam lemak jenuh. Minyak yang baik adalah minyak yang mengandung asam lemak tak jenuh yang lebih banyak dibandingkan dengan kandungan asam lemak jenuhnya.

Setelah penggorengan berkali-kali, asam lemak yang terkandung dalam minyak akan semakin jenuh. Dengan demikian minyak tersebut dapat dikatakan telah rusak atau dapat disebut minyak jelantah. Penggunaan minyak berkali-kali akan membuat ikatan rangkap minyak teroksidasi membentuk gugus peroksida dan monomer siklik, minyak yang seperti ini dikatakan telah rusak dan berbahaya bagi kesehatan. Suhu yang semakin tinggi dan semakin lama pemanasan, kadar asam lemak jenuh akan semakin naik. Minyak nabati dengan kadar asam lemak jenuh yang tinggi akan mengakibatkan makanan yang digoreng menjadi berbahaya bagi kesehatan.

Selain karena penggorengan berkali-kali, minyak dapat menjadi rusak karena penyimpanan yang salah dalam jangka waktu tertentu sehingga ikatan trigliserida pecah menjadi gliserol dan asam lemak bebas.

Faktor yang memengaruhi ketahanan
Beberapa faktor yang dapat memengaruhi kerusakan minyak adalah:
1. oksigen dan ikatan rangkap --> Semakin banyak ikatan rangkap dan oksigen yang terkandung maka minyak akan semakin cepat teroksidasi.
2. suhu --> Suhu yang semakin tinggi juga akan mempercepat proses oksidasi.
3. Cahaya dan ion logam --> berperan sebagai katalis yang mempercepat proses oksidasi.
4. antioksidan --> membuat minyak lebih tahan terhadap oksidasi.

Sumber

Minyak goreng umumnya berasal dari minyak kelapa sawit. Minyak kelapa dapat digunakan untuk menggoreng karena struktur minyaknya yang memiliki ikatan rangkap sehingga minyaknya termasuk lemak tak jenuh yang sifatnya stabil. Selain itu pada minyak kelapa terdapat asam lemak esensial yang tidak dapat disintesis oleh tubuh. Asam lemak tersebut adalah asam palmitat, stearat, oleat, dan linoleat.

Beberapa minyak yang dipakai untuk menggoreng selain minyak kelapa sawit adalah minyak palm kernel, palm olein, palm stearin, dan Tallow. Selain itu terdapat juga minyak lain seperti minyak biji anggur, bunga matahari, kedelai, dan zaitun. Minyak-minyak ini kurang cocok apabila digunakan untuk menggoreng namun minyak-minyak ini memiliki kandungan asam lemak yang tinggi dan biasa digunakan sebagai bahan tambahan pada salad dan makanan lainnya.

Kebijakan Pemerintah

Dalam upaya menjaga stabilitas harga minyak goreng di dalam negeri, pemerintah Indonesia melakukan campur tangan dalam berbagai bentuk kebijakan. Secara umum kebijakan pemerintah bertumpu pada tiga instrumen: sebagai berikut :


  1. alokasi bahan baku untuk pasar domestik
  2. operasi pasar
  3. penetapan pajak ekspor.


Beberapa Subsistem Agribisnis di Indonesia

  • CCO (crude coconut oil), sektor produksi kelapa.
  • TBS (tandan buah segar), sektor produksi kelapa sawit. Bahan bakunya adalah Crude Palm Oil (CPO).

Sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Minyak_goreng

[...]