UD. Surya Cemerlang

468x60 Advertise space


Untuk melindungi konsumen dan menjaga stabilitas harga, Kementerian Perdagangan RI menargetkan tahun 2015 nanti tidak ada lagi peredaran minyak curah di tingkat konsumen. Pengusaha minyak goreng harus menjual produknya dalam bentuk kemasan eceran.

Minyak goreng merupakan salah satu komoditas bahan pokok yang cukup penting bagi masyarakat Indonesia. Pasalnya, hampir semua masakan dan jenis makanan di negara kita ini membutuhkan minyak goreng sebagai salah satu bahan yang dibutuhkan dalam proses pembuatannya. Posisi penting minyak goreng ini juga terlihat terlihat jelas dari kontribusinya dalam perhitungan Indeks Harga Konsumen (inflasi) dimana bobotnya berada di angka 1,3%.

Kebutuhannya pun bakal terus meningkat setiap tahun. Lihat saja, tahun 2010 lalu konsumsi minyak goreng di Indonesia berada di angka 3,4 juta ton dan tahun 2012 ini diperkirakan mencapai 4,5 juta-4,8 juta ton.

Itulah yang melatarbelakangi turun tangannya pemerintah, dalam hal ini Ditjen Perdagangan Dalam Negeri Kemendag RI,  secara langsung untuk menciptakan stabilisas harga minyak goreng sebagai upaya menjaga standar kelayakan hidup masyarakat. Salah satu upaya yang saat ini dilakukan Kemendag adalah mendorong produsen agar lebih meningkatkan penjualan minyak goreng dalam bentuk kemasan.

Terkait dengan kebijakan tersebut, pemerintah akan melarang penjualan minyak goreng dalam bentuk curah langsung kepada konsumen di 2015 nanti. Hal ini disampaikan oleh Dirjen Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan  Gunaryo pada acara Pasar Murah PPI Peduli 2012 di Wisma ITC Perdagangan, Jakarta, Sabtu (23/6/2012) lalu. Menurut Gunaryo, para pengusaha minyak goreng harus menjual minyak goreng dalam bentuk kemasan eceran guna menjaga harga jual. "Dengan kemasan, stabilisasi harga bisa dicapai,” tegasnya.

Gunaryo menjelaskan bahwa pada tahun 2015 nanti, produsen tidak boleh langsung menjual ke konsumen. “Produsen CPO hanya melakukan processing, sehingga tahun 2015 nanti tidak ada lagi yang menjual minyak dengan curah tetapi dalam bentuk kemasan," paparnya.

Di Indonesia, saat ini minyak goreng dipasarkan dalam dua bentuk, yaitu secara curah dan dalam kemasan. Tentu saja banyak perbedaan antara keduanya. Namun, yang paling menonjol adalah dari sisi higienitasnya. Minyak goreng kemasan itu lebih layak dan lebih sehat untuk dikonsumsi dibandingkan minyak goreng curah. Sebab,  dari segi proses produksi dan distribusinya, tingkat sanitasi dan kebersihan minyak curah kurang baik dan tidak sebersih minyak kemasan.

Dari proses produksi, minyak goreng kemasan selalu melalui dua kali penyaringan, sedangkan minyak goreng curah hanya melalui proses penyaringan satu, atau hanya sampai pada tahap olein saja, sehingga masih mengandung minyak fraksi padat. Perbedaan proses ini pula yang kemudian menyebabkan warna minyak goreng kemasan lebih jernih dari minyak goreng curah. Adapun dari segi kandungannya, kadar lemak dan asam oleat pada minyak curah juga lebih tinggi dibanding minyak kemasan.

Sementara itu, dari segi proses distribusi atau cara penjualannya, minyak goreng kemasan pun lebih terjamin kebersihannya. Minyak goreng curah biasanya didistribusikan ke warung-warung grosir penjual kebutuhan bahan pokok dengan menggunakan truk tangki dan kemudian dituangkan ke dalam drum-drum minyak yang kurang terjamin kebersihannya. Minyak curah ini dijual kepada konsumen dengan menggunakan plastik pembungkus tanpa merek secara eceran: biasanya dari ¼ liter sampai 1 literan. Kemudahan untuk dibeli secara ecer inilah yang membuat minyak curah lebih digemari masyarakat. Padahal, lagi-lagi, cara pengemasan seperti ini pun tidak sepenuhnya bisa menjamin kebersihan dan higienitas minyak tersebut.

Untuk diketahui, kebutuhan minyak goreng secara nasional saat ini mencapai 3,2 juta ton per tahun. Rinciannya, berdasarkan laporan  Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI), adalah; 12 % adalah minyak goreng kemasan, 25 % minyak goreng bulky yang dikemas dalam drum atau plastik, dan 63% minyak goreng curah.  Dari segi produksi pun, proporsi minyak goreng curah yang diproduksi dan diedarkan di Indonesia adalah sekitar 70-75% dari total produksi minyak goreng yang ada.

Data lain menunjukkan 77,5% rumah tangga di Indonesia menggunakan minyak curah untuk menggoreng. Sebuah hasil survey mengatakan, proporsi minyak goreng curah yang diproduksi dan diedarkan di Indonesia adalah sekitar 70-75% dari total produksi minyak goreng yang ada (Martianto et al. 2005: Possibility of Vitamin A Fortification on Cooking Oil in Indonesia: A Feasibility Analysis). Kabar buruknya lagi, di seluruh dunia  saat ini, hanya di Indonesia dan Bangladhes saja yang mayoritas penduduknya masih mengkonsumsi minyak goreng curah.

Maka dari itu, Sekretaris Jenderal Kementerian Perdagangan Ardiansyah Parman menganjurkan kepada masyarakat agar beralih ke minyak goreng kemasan yang lebih higienis dan sehat. "Minyak goreng kemasan jelas lebih higienis dan sehat dibanding minyak goreng curah sehingga harapan kami masyarakat menggunakannya dalam masak memasak sehari-hari," tuturnya saat menyosialisasikan Minyakita di Banjarbaru, Kalimantan Selatan, beberapa waktu lalu.

Selain untuk meningkatkan kualitas minyak goreng yang dikonsumsi masyarakat, pengurangan peredaran minyak goreng curah secara bertahap melalui program Minyakita adalah salah satu cara pembenahan distribusi minyak goreng yang tengah dilakukan Kemendag untuk menjaga stabilitas harga. Pasalnya, peredaran minyak curah saat ini ditengarai sangat rawan menimbulkan fluktuasi atau gejolak harga minyak goreng di pasaran. Sebab, harga minyak curah itu gampang terkerek kalau ada fluktuasi harga di dunia. Sementara itu, harga minyak dalam kemasan relatif stabil.

Struktur Pasar Minyak Goreng

Menurut hasil penelitian yang dipublikasikan oleh KPPU (Komisi Pengawas Persaingan Usaha), tahun 2010, dalam artikelnya yang berjudul ‘Analisis Jurnal Komoditas Minyak Goreng Sawit’, disebutkan bahwa struktur pasar industri minyak goreng di Indonesia memiliki karakteristik oligopoli longgar (loose oligopoly).

Meski struktur pasar memiliki karakteristik oligopoli longgar (mendekati persaingan), menurut penelitaan tersebut mengindikasikan bahwa harga perdagangan minyak goreng di pasar domestik lebih ditentukan oleh kemampuan perusahaan-perusahaan minyak goreng. Kesimpulan ini merupakan hasil pengamatan terhadap data pergerakan harga minyak goreng di tingkat konsumen periode Januari 2006 – Maret 2009.

Saat harga CPO melambung dari US$ 600/ton pada bulan Februari 2007 menjadi US$ 1.300/ton pada minggu I bulan Maret 2008 misalnya, harga minyak goreng sawit di pasar domestik ketika itu langsung melejit dari kisaran harga Rp 7.000/kg pada bulan Februari 2007 menjadi Rp 12.900,- per kg pada bulan Maret 2008.  Hal ini terjadi karena 80% biaya produksi pengolahan minyak goreng sawit merupakan biaya input (bahan baku) CPO2.

Kemudian, ketika terjadi penurunan harga di pasar input (CPO), harga minyak goreng di pasar domestik justru tidak meresponnya secara proporsional. Fenomena inilah yang melatarbelakangi dugaan terjadinya perilaku ataupun praktek  persaingan usaha tidak sehat yang dilakukan oleh para pelaku usaha minyak goreng di Indonesia (sehingga mengkondisikan harga minyak goreng relatif tetap tinggi meskipun variabel input (CPO) telah mengalami penurunan harga yang signifikan).

Terkait dengan temuan itu, KPPU pun telah merekomendasikan agar pemerintah memfasilitasi regulasi guna memperbaiki kelembagaan pasar (domestik), sehingga meminimalisir perilaku conscious parallelisme (dengan selalu mengacu pada harga pasar internasional) dari para produsen input CPO untuk pengolahan MGS. Hal ini memungkinkan untuk dapat dilakukan mengingat Indonesia merupakan produsen utama dan terbesar CPO dunia.

Sebagaimana disampaikan Fadhil Hasan, Executive Director Gabungan Asosiasi Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI),  produksi CPO Indonesia pada tahun 2011 lalu mencapai 23,5 juta ton. “Dari jumlah itu, 25% atau 6,5 juta ton untuk kebutuhan industry dalam negeri dan 75% diekspor ke luar negeri. “Dari 6,5 juta yon itu, 90%-nya memang digunakan untuk bahan baku minyak goreng,” paparnya kepada Info PDN saat diwawancarai di kantor GAPKI di Rukan Sudirman Park (26/06/2012) lalu.

Indonesia merupakan penghasil minyak sawit (CPO) terbesar kedua di dunia setelah Malaysia. Dengan pangsa produksi sawit kurang lebih sebesar 36% dari total produksi dunia. Sedangkan Malaysia berada diposisi pertama dengan sumbangan 47% produksi dunia. (ccp/amf)

Categories:

13 Responses so far.

  1. Kami juga menyediakan minyak goreng curah.
    Yang berminat hubungi:
    082143524800 , Pin BB 295B2FF6
    www.minyakgorengrajawalimas.com

  2. Unknown says:

    daerah serang bisa ga pak

  3. Unknown says:
    Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
  4. ada yang jual Gulaku eceran tpi harga murah/??

  5. Unknown says:

    Minyak curah 18L berapa nyampe jakarta selatan?

  6. Unknown says:

    Minyak curah 18L berapa nyampe jakarta selatan?

  7. Unknown says:

    Minyak curah 18L berapa nyampe jakarta selatan?

  8. Unknown says:

    Untuk kebutuhan minyak goreng, bisa menghubungi 0813 8252 8151.
    Per tanggal 17 Jun 2015:
    - Curah 9550 / kg
    - Min Order 200 dus, Kemasan Botol Albistro 120.000 utk 12 x 1 liter
    Albistro 118.000 utk 6 x 2 liter
    Albistro 98.000 utk 12 x 800 ml

  9. Unknown says:

    Saya mau memulai bisnis minyak goreng curah. masih menjnjikan dan terjamin. call me 081319868681

  10. Unknown says:

    Kami adalah International Trading di Surabaya, berminat pembelian minyak goreng curah kwalitas paling rendah atau minyak goreng bekas 1-2 x pakai untuk khusus area Jatim , pembayaran tunai.
    Apabila ada yang bisa suplai rutin, bisa hubungi :0812.8058.7484

Leave a Reply